Sejak Jumat sampai hari ini saya mengikuti pertemuan sebuah lembaga dakwah Islam di daerah Jakarta. Selama tiga hari ini kami dibekali dengan berbagai informasi dan ilmu. Mulai dari kondisi kekinian yang dialami dan dirasakan oleh kaum Muslimin hingga bagaimana agar kebaikan ini semakin sukses tersebarkan di tengah-tengah khalayak.
Saya sendiri merasakan betul betapa acara ini sangat kondusif untuk menjaga dan meningkatkan kedewasaan juga kualitas ibadah. Jam 3 pagi kami sudah diarahkan untuk qiyamullail hingga shalat shubuh berjama’ah. Lepas shalat shubuh ada kultum inspiratif yang diberikan oleh para ustadz dari berbagai daerah. Suasana jadi lebih akrab, setelah shubuh kami olah raga bersama dan games kecil-kecilan. Selepas sarapan, acara inti kembali dimulai. Begitu selama 3 hari ini yang kami alami.
Betulah apa yang disampaikan oleh baginda Rasulullah Saw bahwa ketika kita bergaul dengan penjual minyak, akan kebagian harumnya. Begitu juga dengan saya. Saya menyadari betul bahwa ternyata kebersamaan dalam berjama’ah akan menjadi satu energi positif yang menjadikan diri kita terkondisikan dalam suasana positif itu. Tahajudnya, tilawahnya, obrolannya, diskusinya, bahkan hal sepele pun tak lepas dari kondisi yang dibangun.
Sahabat, bisa jadi kita pernah mengalami futur, lemah bahkan lelah. Dengan bersama orang-orang yang shalih futur itu akan terkikis. Dengan bergaul bersama orang-orang yang positif, lelah itu seakan sirna. Maka, jangan pernah berniat untuk menjauhi jama’ah. Lambat laun kita akan terjauh dari suasananya, pemikirannya bahkan aktivitasnya. Saat kita lebih menikmati kesendirian dalam beraktivitas atau mulai enggan berkumpul dengan jama’ah yang membina keilmuan juga kepribadian kita, lambat laun apa yang sudah ada dalam diri kita lama kelamaan akan terkikis habis dan hilang.
Kita boleh mengalami tak semangat. Kita bisa terjangkit penyakit lelah. Kita bisa juga tergerogoti semangat. Tapi itu jangan dibiarkan. Karena keluarnya kita dari barisan aktivitas dakwah, kebaikan, biasanya diawali dari kemalasan untuk hadir dalam pertemuan-pertemuannya. Satu kali tidak hadir, mungkin akan menimbulkan rasa salah. Dua kali, tiga kali, rasa bersalah itu mulai hilang. Lama kelamaan justru malah enggan untuk hadir dan bergaul. Ada saja alasan untuk tidak hadir. Sibuklah, banyak tugas kantor lah, banyak proyek lah, dan segudang alasan lainnya. Sebenarnya bukan itu penyebab utamanya. Tapi karena kemalasan yang merupakan buah dari mulai nyamannya kita saat keluar dari barisan.
Saat kita jauh dari jama’ah dakwah, maka sudah tentu aktivitas kita akan juga semakin jauh dari dakwah. Saat jauh dari jama’ah dakwah, maka pemikiran kita pun semakin jauh dari pemikiran dakwah. Saat jauh dari jama’ah dakwah, pola pikir dan sikap pun sulit untuk kita jaga. Bahkan bisa jadi kita semakin jauh sikap dan pemikiran kita dari apa yang kita pelajari dan miliki saat berada dalam barisan dakwah. Sunatullahnya begitu.
Dalam keseharian di kantor juga demikian. Jika memiliki teman, team yang baik, tapi kita justru lebih nyaman dalam kesendirian itu pertanda awal keburukan dalam diri kita. Tak ada lagi kerja team. Kita akan lebih enak mengerjakan apa pun sendirian. Kita merasa bisa melakukan segalanya. Kita jadi lebih egois dan tak mau menerima masukan dan bantuan dari orang lain. Lambat laun, kita pun akan tersingkirkan dari perasaan team kita. Itu bahaya. Padahal, tak mungkin keberhasilan kita dapatkan kecuali itu juga atas peran orang lain.
Tak ada kekuatan yang ditampilkan di dunia ini dengan berjuang sendirian. Tidak ada. Semua pasti melalui kerja team, berjama’ah. Tujuan yang besar hanya akan bisa diraih dengan kerja team yang juga besar, bukan kerja sendirian. Maka, jangan tinggalkan jama’ah. Kesendirian itu berbahaya, akan memudahkan kita terjerumus dalam dosa dan kefuturan. Yuk berubah jadi lebih baik dengan menjaga kita tetap berada dalam lingkungan yang baik, jama’ah yang baik.
