Saling memberi nasihat itu bagian kewajiban agama. Siapa pun Anda diberikan satu tugas oleh Sang Maha Pencipta, Allah Swt untuk saling memberi nasihat. Bahkan, aktivitas saling memberi nasihat dalam kebenaran dan kesabaran menjadi syarat agar hidup tidak merugi. Sebagaimana yang Allah firmankan dalam Alquran.
“Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1-3)
Tapi ya kalau memberi nasihat tidak perlu memaksa. Tidak perlu memberi syarat, memaksa orang yang kita beri nasihat harus menerima nasihat kita. Karena hakikat nasihat adalahd akwah. Dan hakikat dakwah itu ya mengajak, bukan memaksa. Memberi petunjuk bukan memaksa harus ke situ. Kita hanya hanya memberi jalan, bukan memaksa orang lain untuk mengikuti. Sekali lagi hanya mengajak. Persoalan dia mau mendengarkan atau tidak, mengikuti nasihat kita atau tidak, mengakui dan mengikuti jalan yang kita tunjukkan atau tidak, itu bukan tugas kita.
Tugas bagi penutur nasihat, penutur kebaikan, pengemban dakwah itu hanya dua: menyampaikan dengan cara yang terbaik, mendoakan dengan doa yang terbaik. Menyampaikan dengan cara yang terbaik berarti kita harus menjaga dan menyajikan nasihat dengan cara terbaik, bukan asal-asalan. Disampaikan dengan kemasan terbaik, bukan asal menyampaikan nasihat. Didelivery dengan cara yang terbaik bukan hanya dituturkan. Kewajiban kedua tentu mendoakan orang yang kita dakwahi dan nasihati dengan doa terbaik. Doa agar dia diberikan hidayah oleh Allah Swt. Mendoakan mereka agar dimudahkan dalam memahami apa yang kita sampaikan. Mendoakan agar mereka diberikan jalan terbaik dalam kehidupannya. Mendoakan kebaikan untuk mereka.
Jadi, tugas kita bukan memaksakan nasihat kita untuk diterima. Justru jika kita mensyaratkan saat memberi nasihat harus diterima oleh orang yang kita nasihati, para ulama menyebutnya sebagai tindak kezhaliman.
“Janganlah engkau menasihatu seseorang dengan mensyaratkan nasihat darimu harus diterima. Jika engkau melakukannya dengan cara ini, engkau telah melampaui batas, engkau telah berbuat zhalim, bukan lagi orang yang sedang menasihati.” (Ibnu Hazm)
Begitulah seharusnya hakikat dakwah. Bukan memaksa, tapi mengajak. Bukan memaksa, tapi menjelaskan. Bukan memaksa, tapi mencerahkan. Bukan memaksa, tapi menyadarkan. Bukan memaksa, tapi memotivasi dan menginspirasi. Bukan memaksa, tapi merangkul.
Maka, ketika kita memberi nasihat jangan ada perasahaan dan pikiran bahwa nasihat kita harus diterima orang lain, apalagi memaksa orang lain menerima nasihat kita. Diterima ya Alhamdulillah. Kalau ditolak ya introspeksi diri apa yang masih keliru dalam menyajikan pesan dan nasihat kita. Sehingga kita menjadi sosok pemberi nasihat bijak. Insyaa Allah.