Menipu menjadi satu strategi jitu bagi para perampas hak. Tak hanya di jalanan, aktivitas ini juga sudah masuk di ranah perusahaan dan pemerintahan. Lihat saja berita-berita di televisi, koran maupun media cetak. Sudah tak terhitung kasus korupsi dan kriminal lainnya yang sumbernya dari tipu menipu. Seorang pedagang menggunakan strategi “menipu” agar dagangannya laku dengan menyimpan barang bagus di bagian muka, yang jelek disembunyikan. Karyawan juga bisa melakukan hal yang sama dengan meminta nota kosong saat ditugaskan melakukan pembelian barang tertentu oleh perusahaan tempat dia bekerja. Seorang pengusaha pun bisa melakukan hal yang sama dengan mengatakan ini dan itu, padahal itu hanya bualan belaka demi barangnya laris manis terjual.
Praktek tipu menipu ini memang terlarang. Baik dalam jual-beli, berbisnis, bekerja maupun dalam keseharian. Allah Swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian.” (QS. An-Nisa: 29)
Dalam ayat tersebut Allah Swt berpesan bahwa janganlah kita saling memakan harta sesama kita dengan jalan yang dilarang. Apa saja aktivitas yang batil yang terlarang itu, salah satunya dengan praktek penipuan, riba bahkan judi. Yang diperbolehkan dalam hal ini adalah aktivitas jual beli yang didasarkan pada suka sama suka bukan dengan saling menipu. Maka, jelaslah bahwa menipu dalam aktivitas bisnis dan usaha itu terlarang, apapun tujuannya.
Suka sama suka itulah yang harus terjadi dalam aktivitas jual-beli, transaksi termasuk dalam sewa jasa. Ketika kita membeli barang tertentu, pastikan dulu kita mengetahui harganya dan kita ridha dengan harga itu. Bagi penjual juga begitu, harus menyampaikan dengan jelas berapa harga barang yang akan kita jual. Termasuk juga ketika kita mau transaksi sewa jasa semisal ojek. Tanya dulu harganya, sepakati, baru naik. Kecuali kalau kita sudah tahu tarif standarnya dan si ojek juga paham. Jangan sampai sudah sampai tujuan kita baru tanya berapa tarifnya, sang ojek sebutkan harga, kita tak terima. Itu salah kita. Dalam menjalankan roda perusahaan pun demikian. Tidak boleh kita tawarkan pekerjaan kepada seseorang tanpa jelas dulu di awal berapa gajinya dan apa saja pekerjaannya.
Dalam pekerjaan kita sehari-hari juga pasti banyak aktivitas seperti ini. Berhati-hati adalah sikap bijaksana dalam melakukan berbagai hubungan. Jangan sampai kita memakan harta dan tenaga/jasa orang lain dengan cara yang bathil (terlarang) dengan cara melakukan penipuan, baik terlihat maupun terselubung. Para koruptor itu termasuk para penipu yang memakan harta rakyat dengan cara yang bathil. Yang sudah tentu tak hanya di dunia, di akhirat pun akan menerima balasannya.
Bagi para penipu dan pemakan hak orang lain, inilah balasannya: “Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. An-Nisa: 30)
Tapi jika mereka yang bisa menjaga dari sikap tipu menipu, mengambil yang bukan haknya, mengambil hak orang lain (termasuk jiwa orang lain), ada balasan kebaikan yang tak terkira. Allah Swt sudah menjanjikan kebaikan bagi mereka.
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).” (QS. An-Nisaa: 31)