Atasan vs Bawahan

Saat tidak ada jadwal training di luar kota, saya selalu mennyematkan waktu untuk antar jemput anak-anak ke sekolah. Sore kemarin saat di perjalanan saya menghidupkan radio kendaraan saya. Tak sengaja di radio saat itu ada breaking news tentang kasus pembunuhan seorang anggota kepolisian. Korban yang berpangkat AKBP dan menjabat Kepala Detasemen Markas (Denma) Polda Metro Jaya itu ditembak di bagian kepalanya oleh bawahannya sendiri. Peristiwa yang terjadi di kantor piket Kepala Pelayanan Markas Polda Metro Jaya itu disinyalir diawali oleh cek-cok antara tersangka dan korban yang berujung pada pembunuhan. Miris memang, sesama anggota kepolisian, bahkan atasan dan bawahannya sendiri bisa berantem hingga menimbulkan hilangnya nyawa seseorang.

Sepanjang perjalanan saya merenung, ternyata satu team bukan berarti tidak ada kemungkinan untuk bentrok. Tak hanya atar sesama team tapi bisa juga atara team dengan pimpinan. Tentu banyak kita temui peristiwa cek-cok antara bawahan dan atasan, memang itu biasa. Tapi jika harus sampai menyulut pertengkaran fisik bahkan apalagi sampai pembunuhan tentu itu sangat memalukan.

Beda pendapat atara atasan dan bawahan itu juga biasa. Tapi bagaimana kita bersikap atas perbedaan pendapat itu yang menentukan ujungnya. Atasan dan bawahan harus bisa memahami ini. Bukan persoalan siapa yang yang benar dan siapa yang salah. Hal terpenting yang harus direnungkan dan dipikirkan adalah bagaimana sikap terbaik yang harus dilakukan saat terjadi perbedaan dan perselisihan. Dan biasanya, antara atasan dan bawahan sangat rentan mengalami hal ini.

Atasan dan bawahan sejatinya bukan dua pihak yang bermusuhan dan berlawanan. Seharusnya dua pihak ini saling melengkapi. Tak mungkin kita disebut atasan kalau tidak ada bawahan. Dan kita pun tak mungkin disebut atasa kalau tidak ada bawahan. Atasa tidak mungkin berhasil memimpin team tanpa bawahan yang baik. Dan bawahan pun tak mungkin menjadi team yang baik jika tanpa atasan yang baik. Keduanya mutlak ada dan harus bekerja sama. Bukan saling merendahkan dan menghinakan apalagi sampai saling menghilangkan.

Jika Anda menjadi atasan, jadilah atasan yang baik. Yang tak hanya bisa memerintah tapi bisa memberi contoh. Yang tak hanya bisa menyalahkan tapi yang bisa mengarahkan. Yang tak hanya bisa memberi hukuman tapi juga pandai memberi penghargaan dan pujian. Atasan yang tak marah saat dikritik dan tak sombongkan diri saat mempertahankan ide dan keputusan. Atasan yang bijak dalam mengambil tindakan dan hati-hati dalam mengatasi setiap sikap bawahan.

Jika Anda jadi bawahan, jadilah bawahan yang baik. Yang tak hanya mengikuti arahan atasan tapi juga bisa memberi auto kritik jika kebijakan yang diputuskan ada kesalahan. Bawahan yang tak hanya bisanya berbicara di belakang, tapi berani tampil sampaikan ide-ide perbaikan. Bawahan yang tak hanya patuh tanpa pertimbangan, tapi yang kreatif mencari jalan terbaik menghasilkan prestasi terbaik. Bawahan yang tak hanya bisa menyalahkan atasan, tapi yang mampu membuktikan prestasi terbaik dalam setiap pekerjaan.

Jika model atasan dan bawahan seperti ini bisa diwujudkan di kantor Anda, di lingkungan tempat Anda beraktivitas, insyaa Allah kasus di atas tentu akan mudah dihindari. Atasan menghargai bawahan, dan bawahan pun menghormati atasa. Keduanya akur dan saling mendukung. Jika ini yang terjadi, prestasi perusahaan dan tempat Anda beraktivitas akan semakin baik dan produktif. Selamat beraktivitas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

nine + thirteen =

Related Posts

Begin typing your search term above and press enter to search. Press ESC to cancel.

Back To Top