Beberapa waktu yang lalu saya dikejutkan oleh berita meninggalkan sahabat juga guru saya, Mas Lukman alias Mbah Marijon. Pagi-pagi buta didapati sebuah pesan di group bahwa beliau telah wafat jam 1 dini hari di Bogor. Saat itu saya sedang ada di Tasikmalaya. Ingin rasanya nangis karena tidak bisa melayat dan melihat wajahnya yang sering dipenuhi oleh canda dan tawa untuk terakhir kalinya. Terakhir kami berjumpa saat ada sebuah aksi di Jakarta. Beliau jadi PJ Acara, saya salah satu pengisinya. Masyaa Allah, usia begitu rahasia. Ajal kita tak ada yang tahu. Kapan ia akan datang menjemput. Kematian itu ternyata begitu dekat.
Sedih, haru, kecewa, marah, kehilangan, semua bencampur menjadi satu ketika sahabat saya wafat. Sedih dan haru karena betapa beliau Allah panggil saat beliau dalam hari-hari perjuangan dakwah Islam. Kecewa dan marah karena belum sempat bermaafan atas salah yang ada, khawatir ada duka yang pernah saya buat untuknya. Kehilangan karena beliau ada guru saya sekaligus partner saat kami membahas konsep acara besar baik di Bogor maupun Jakarta. Tapi keridhaan harus selalu menyertai. Allah pemilik beliau, termasuk kita. Kita tak perlu kecewa, karena kematian adalah kepastian.
Hal terpenting adalah pelajaran dan hikmah apa yang bisa kita petik dari setiap peristiwa. Hatta peristiwa itu adalah duka di hati kita. Salah satu yang terus bergelayut dalam relung pikir saya sejak kabar meninggalnya sahabat saya itu adalah kalau beliau begitu banyak kontribusi untuk dakwah (semoga Allah memuliakan kedudukan beliau karenanya), lalu apa kontribusi saya? Hanya nangis saya merenungkannya. Karena sadar bahwa tidak banyak yang sudah saya lakukan saat ini untuk dakwah dan umat. Masih sangat sedikit, kalaupun ada.
“Ketahuilah wahai manusia, apabila engkau lengah dari dirimu sendiri dan tidak mengadakan persiapan untuk menghadapi kematian, maka sungguh tidak ada orang lain yang mengadakan persiapan menghadapi kematian untukmu.” ~ Utsman bin ‘Affan
Jleb. Ketika membuka buku “Khutbah-Khutban Nabi Saw” yang di dalamnya ada khutbah Utsman bin ‘Affan ra, rasanya tangis ini terus menjadi. Sungguh kita sering lupa bahwa kematian akan segera tiba. Bergantinya hari, itu pertanda kematian kian mendekati kita. Setiap hari bulan berganti, itu pertanda kematian pun kian merapat untuk mengambil jiwa kita. Astaghfirullah…
Tangis kian meledak, ketika membaca nasihat Ali bin Abi Thalib ra: “Bersegeralah beramal sebelum datang kematian, yang akan memutus segala kebutuhan dan menghancurkan segala kenikmatan.”
Ya Allah, ampunilah hamba yang amalnya belum seberapa. Maafkanlah hamba yang sering amalnya bercampur riya. Ampunilah hamba yang masih tak serius mempersiapkan perjumpaan yang Engkau janjikan. Ampunilah hamba yang masih sering abai tuk mengumpulkan bekal.
Umar bin Khaththab ra pernah berpesan, “Hari ini adalah kehidupan dan besok adalah kematian.”
Sahabat, yuk berubah, yuk berbenah. Pastikan bekal kita sudah mencukupi tuk menghadap Sang Pencipta kita. Mari terus siapkan kematian kita dengan amal terbaik di dunia ini. Karena, kematian itu begitu dekat sahabat.