Tiga Kewajiban Suami

Sabtu hingga Ahad pekan lalu (27-28 September) saya bersama Ust. Harun Al-Rasyid, salah satu guru ngaji saya, mengadakan agenda Muslim Family Camp di Lembang Bandung. Acara yang digagas oleh Cinta Quran itu membawakan tema Rumahku Syurgaku. Selama dua hari satu malam kami belajar bersama peserta bagaimana membangun keluarga yang sakinah, mendidik buah hati, membangun komunikasi dengan pasangan agar tercipta Rumahku Syurgaku. Saya sendiri banyak belajar, baik dari Ust. Harun, dari pembicara lain yang juga sengaja kami hadirkan bahkan dari peserta sendiri. Salah satu guest star yang kami hadirkan adalah Ust. Hari Mukti. Sosok artis mantan rocker itu berbagi di Sabtu malam dengan di dampingi host Kang Daan P-Project.

Malam itu, Ust Hari Mukti berbagi kisah dan perjalanan hidup beliau bersama keluarga. Suka duka beliau tuturkan dengan begitu mengharu biru. Diselingi canda dan tawa di beberapa segmen. Dari paparan sharing malam itu, beliau berpesan bahwa sebagai kepala keluarga, ada 3 hal yang jangan dilupakan, tiga kewajiban suami yaitu: kerja (bisnis), ngaji dan dakwah. Dalam tulisan ini saya coba untuk menguraikan kembali pesan beliau ini.

Pertama, kepala keluarga itu harus sibuk bekerja (bisnis) untuk menafkahi keluarga. Karena bagi suami (ayah) mencari nafkah itu sebuah kewajiban. Tapi tidak sembarang nafkah, nafkah yang dijalani harus dipastikan halal dan baiknya. Jangan pernah ada satu rupiah pun nafkah yang diberikan kepada anak dan istri berasal atau merupakan harta haram. Sungguh hal itu akan memberikan efek negatif kepada keluarga. Bekerja atau berbisnis itu pilihan, tapi nafkah yang halal itu kewajiban.

Dalam hal ini Allah Swt berfirman, “Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah ni`mat Allah jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (TQS An Nahl (16):114)

Dalam beberapa tafsir dikatakan bahwa yang dimaksud halal di atas adalah semua rejeki yang diperoleh berdasarkan tuntunan Allah Swt. Sehingga jangan pernah kita memberikan nafkah (makanan, pakaian ataupun sandang) kepada keluarga dari jalan yang tidak sesuai tuntunan Syariah Allah Swt. Ingatlah bahwa harta yang haram akan menjadi penghalang dosa.

Suatu ketika Rasulullah Saw berkisah, “Seorang lelaki yang berada di dalam perjalanan yang sangat panjang, hingga pakaiannya lusuh dan berdebu. Laki-laki itu lantas menengadahkan dua tangannya ke atas langit dan berdoa, “Ya Tuhanku, Ya Tuhanku..”, sementara itu makanan yang dimakannya adalah haram, minuman yang diminumnya adalah haram, dan pakaian yang dikenakannya adalah haram; dan ia diberi makanan dengan makanan-makanan yang haram. Lantas, bagaimana mungkin doanya dikabulkan?.”. (HR. Muslim)

Kedua, kepala keluarga juga harus mengaji. Tentu agar dia paham akan Syariah Islam itu sendiri. Mengaji bukan asal mengaji, tapi mengaji yang bisa memberikan pemahaman yang mendalam dan mendasar dalam hidupnya. Dengan mengaji seorang suami akan tahu mana yang halal mana yang haram. Dengan mengaji seorang suami jadi tahu mana kewajiban mana hak. Dengan mengaji punya seorang suami akan tahu bagaimana mengarahkan keluaga menuju visi Rumahku Surgaku, suami juga jadi tahu rambu-rambu bagaimana mendidik istri, mengarahkan istri, mendampingi istri juga mendidik anak-anaknya. Dengan mengaji, suami jadi tahu bagaimana berlaku makruf kepada istri dan anak-anaknya. Tentu semua berdasarkan Syariah Islam yang dia pelajari. Bagaimana mungkin kita bisa membangun keluarga yang visinya akhirat sementara ngajinya tak serius.

Sering kita temua seorang suami sibuk bekerja, berbisnis ini dan itu, melakukan perjalan ke sana ke mari demi mencari nafkah. Namun sayang ia melalaikan mengkaji Islam. Ia lalai dalam kajian-kajian aqidah dan syariah Islam. Sehingga ia menjadi gamang dalam hidupnya. Mudah tergoda oleh dunia. Dan tentunya sering mengabaikan syariah dalam menjalankan akivitasnya. Akhirnya, ia lebih mengutamakan pekerjaannya dari pada keta’atan kepada Sang Pencipta dengan asalan tidak enak dengan client. Tapi sayangnya dengan aturan Sang Pencipta ia tidak merasa tidak enak, ketika ia langgar.

Ketiga, seorang suami juga harus berdakwah. Tentu kewajiban berdakwah tidak hanya bagi suami (lelaki), berdakwah kewajiban laki-laki maupun perempuan. Bagi suami berdakwah harusnya juga jangan diabaikan. Aktivitas dakwah suami bisa menjadi contoh bagi istri dan anak-anaknya. Lebih dari itu, dakwah adalah aktivitas yang sangat mulia dan tinggi di sisi Allah Swt. Karena itu adalah aktivitas pada Nabi. Dakwah tentu bukan hanya di mimbar-mimbar khutbah atau kajian di masjid. Dakwah yang terprogram dan terstruktur untuk melanjutkan kehidupan Islam. Dakwah yang mengarah pada penegakkan Syariah Islam secara kaaffah dalam kehidupan.

Dalam hal dakwah, Rasulullah Saw bersabda, “Sungguh kalau Alloh Azza wa Jalla memberikan petunjuk pada seorang laki-laki melalui engkau itu lebih baik bagimu dibanding hal-hal yang matahari terbit dan tenggelam di atasnya”. (HR. Ath-Thabarani)

Apatah lagi jika dakwah kita bisa menginspirasi dan menyadarkan khalayak akan pentingnya akidah dan syariah Islam yang mereka yakini. Betapa mulianya kita jika melalui akitivitas kita Allah memberi hidayah pada sesama. Memberikan kepahaman kepada sesama akan syariah Islam. Memberikan kesadaran kepada sesama akan penting dan wajibnnya penegakkan Syariah Islam dalam kehidupan.

Sungguh merugi ketika kita sebagai suami hanya sibuk bekerja dan berbisnis, tapi lupa mengaji, abai dalam dakwah. Keseriusan dan kesungguhan kita meningkatkan kemampuan diri dalam pekerjaan dan bisnis kita tak sebanding dengan kesungguhan dan keseriusan kita dalam berdakwah. Bahasa Inggris kita kejar segera bisa, Bahasa Arab tak ada rindu untuk mempelajari. Pahala dari situ kepahaman kita akan Islam bermula. Ketekunan kita dalam mencari nafkah tidak sebanding dengan ketekukan kita dalam berdakwah. Pulang-pergi siang malam tak mengapa demi kerja, tapi untuk berdakwah satu jam pun serasa tak bisa. Lalu apa yang bisa kita banggakan di hadapan Allah Swt Sang Pemilik setiap kita jika kita melalaikan urusan agamaNya?

Semoga kita menjadi suami, ayah dan pribadi yang baik dan membaikan orang lain. Suami yang memahami tiga kewajiban suami ini. Suami yang tidak hanya sibuk berkeja dan berbisnis untuk mencari nafkah. Tapi suami yang juga sibuk mengaji agar paham Islam dan sibuk berdakwah agar dimuliakan di sisi Sang Maha Rahman. Allahumma Aamiin.

(Terima kasih Kang Hari atas inspirasinya)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

one × 5 =

Related Posts

Begin typing your search term above and press enter to search. Press ESC to cancel.

Back To Top