Pernahkah Anda mendengar ada orang mengatakan hal ini? Atau justru pernah terlintas dalam benak Anda?
Shalat rajin, puasa sering, dhuha tiap hari, doa tak putus-putus, tapi kok hidup masih begini-begini saja yah? Apa memang seperti ini nasib saya?
Saya sudah berusaha sekuat tenaga, bekerja dengan sangat keras siang dan malam, berbisnis dengan sungguh-sungguh, nawarin ke sana ke mari, tapi kondisi keuangan terus saja tak menentu. Apakah memang hidupku sudah ditakdirkan susah begini ya?
Saya sudah mencoba berbagai cara, terus melakukan yang bisa saya lakukan, tapi tetap saja kondisi kehidupan saya tidak berubah. Apa mungkin ini suratan takdir hidup saya!
Dia kayaknya memang sudah ditakdirkan jadi orang yang hebat, sukses dan berhasil. Beruntungnya dia. Sementara saya, ditakdirkan hanya menjadi orang biasa-biasa saja. Yah udah lah, sabar saja, mungkin inilah takdir Allah yang terbaik untuk saya!
Beberapa pernyataan di atas dan yang seruma sering menghantui kita dan kebanyakan orang. Segala bentuk ketidakberdayaan kita, keterbatasan kita, kekurangan kita, kesakitan kita, kepedihan hidup kita, ujung-jungnya selalu kita nisbatkan kepada yang namanya nasib atau takdir. Selalu sosok yang dijadikan kambing hitam dalam kekalutan hidup kita adalah takdir atau nasib. Betulkah demikian?
Sahabat, sebenarnya hidup itu memperlihatkan ada hal-hal yang bisa kita ubah tapi ada hal-hal yang meskipun kita sudah berusaha untuk mengubahnya tetap tidak bisa kita ubah. Contohnya, seseorang yang tidak pandang berbicara di muka umum, bisa lihai merangkai kata dan tampil memukau dengan berlajar public speaking, berlatih olah tubuh dan olah vocal. Orang yang tidak pandai berhitung bisa berubah menjadi pandai mengolah angka dengan belajar matematika. Orang yang miskin dan menjadi beban bagi orang lain pun bisa berubah menjadi mandiri dengan usaha dan kerja keras. Dalam lingkaran ini, kita bisa mengendalikan hidup kita, tentu dengan ijin dari Sang Maha Kuasa.
Tapi, siapakah orangnya yang bisa mengubah nasi yang sudah menjadi bubur untuk berubah menjadi nasi kembali? Siapakah orangnya yang bisa memutar waktu yang sudah kita lewati untuk kembali ke masa lalu? Siapakah orangnya yang bisa mengubah sosok nenek tua renta untuk menjadi bayi kembali? Siapakah orangnya yang mampu mengubah orang yang sudah meninggal untuk hidup kembali? Di dalam lingkaran inilah manusia tidak bisa memilih, dipaksa dan digiring dengan kuasa yang ada di luar. Kita tidak bisa mengelak.
Maka, kabahagiaan itu lahir bukan pada kemampuan mengubah hal-hal yang tidak pasti menjadi pasti sahabat. Tapi, kebahagiaan itu lahir dari benarnya cara pandang, sikap dan perbuatan dalam suasana yang memang serba tidak pasti. Di sinilah Allah memberikan kita ruang kelebihan dan keterbatasan sebagai manusia. Ada yang di dalam kontrol, tapi ada juga yang di luar kontrol hidup kita.
Hidup itu memperlihatkan juga sunatullahnya. Sukses dan gagal adalah hal yang lumrah dalam hidup. Tapi, menyesali kegagalan sampai tidak mau bangkit lagi, itulah bentuk kegagalan yang sebenarnya. Yaitu gagal mengendalikan diri. Sama juga dengan kematian. Kematian itu adalah keniscayaan abadi. Tapi menyesali kepergiaan orang yang kita kasihi sampai kita merasa hidup tidak berarti lagi, itulah kematian yang paling mengerikan. Yaitu kematian harapan.
Takdir adalah anugerah dari Allah Swt. Takdir adalah sebuah kepastian. Tapi apakah kita akan bahagia atau sengsara karena sebuah takdir, itu pilihan manusia sendiri. Kitalah yang menentukan sikapnya. Apakah kita akan hidup bahagia bersahabat dengan takdir, atau hidup sengsara dengan memusuhi takdir? Hidup Anda tergatung pilihan Anda!
Yuk Berubah!